Profile

My photo
.:muslim.love Allah.love Muhammad saw.love Ibrahim as.indonesian.29 years old.a wife.a mom.love travelling and drawing.wear hijab since 2003:.

Labels

29.11.10

inori

Pertama, air yang ada di daratan seperti di laut, sungai, danau dan sebagainya  di panaskan oleh matahari sampai menguap. Uap itu terus naik hingga menjadi awan. Awan selalu bergerak karena ditiup angin. Ketika angin tidak meniupnya lagi, awan jadi berat dan turun sebagai hujan. Sejumlah air laut dari suatu tempat bisa turun sebagai hujan di tempat lain yang jaraknya mungkin sudah sangat jauh. Hebat bukan?

Lalu dari lautan mana hujan yang turun malam ini? Ah…sepertinya bukan dari lautan, rasanya tidak asin. Tetapi kemudian, pipiku terasa hangat, butiran air itu sampai di bibirku. Asin. Butiran air ini dari lautan hatiku. Air di lautan hatiku menguap. Menciptakan mendung di mataku. Berat. Dan turun membasahi pipi.

Tadi, pagi-pagi sekali, sebelum terbit fajar, aku sudah bangun. Mengusap-usap mataku dan berjalan terhuyung menuju kursi dekat jendela. Aku mendorong daun jendela dan membiarkan udara dingin masuk.

Aku merindukannya…

Kedua mataku menelusuri rak buku diatas meja. Dimana dia? Sudah lama aku tak menemuinya. Sebuah buku bersampul gelap. Buku catatan harianku. Bergambar kucing di bagian sampulnya. Tanganku meraihnya. Aku membuka lembaran-lembaran didalamnya.

Masih ada beberapa halaman kosong. Aku ingin menuliskan sesuatu untukmu. Tapi tidak akan aku menulis hingga lembaran ini habis. Aku masih menyisakan beberapa halaman.

Aku tidak ingin lembaran di buku ini habis…

Karena,

Aku tidak ingin cerita kita usai…

Dan engkau pasti tahu itu.

Air mata yang turun bersama hujan ini, adalah ucapan terimakasih untukmu. Terimakasih telah menjagaku. Apapun yang engkau katakan, apapun yang engkau lakukan, bukan untukmu, tetapi untukku. Aku yang terlalu bodoh sehingga tidak menyadarinya. Aku yang terlalu mudah menangis setelahnya.

Engkau masih ingat tidak? Saat itu engkau berjalan didepan toko. Aku mampu mengenalimu dari belakang. Aku berusaha membuatmu tahu bahwa aku ada disana. Dan engkau menangkap suara serta lambaian tanganku. Mata kita bertemu. Meskipun hanya sesaat, aku bahagia.

Benar… Meskipun hanya sesaat, aku bahagia.

Ini bukan tentang mengalah. Ini tentang suatu keyakinan yang aku meyakininya. Dulu aku mampu mengabaikan semuanya untuk menghambur ke pelukmu dan mengatakan apa yang aku rasakan. Tetapi sekarang, aku tidak berani melangkahkan kaki kedepan. Hanya menunggu kapan aku akan membalikkan tubuh ini dan berjalan lagi.

Mungkin, suatu saat nanti, aku akan memintamu membacakan lembaran-lembaran di buku itu. Simpanlah dia. Jika kelak, bukan aku yang mendampingimu, izinkan dia tetap bersamamu.

 

Aku menyayangimu seperti layaknya mentari...

Selalu setia menyinari bumi dengan kehangatan sinarnya,  walau kadang tak nampak karena gelapnya malam...

Namun selalu ada dan akan tetap disana....

Bagai cerahnya saat fajar dan redupnya saat senja......

Ku tahu bahwa inilah senjaku, saat redupnya sinarnya, datangkan malam....


Engkau tahu? Matahari tidak pernah redup. Dia senja, namun juga terbit dibelahan bumi lainnya. Engkau pasti lebih mengetahuinya, engkau pintar. Dan itu puisimu.

Aku menyadari bahwa satu-satunya orang yang bisa menyayangiku lebih dari diriku sendiri adalah engkau…

Tuhan,

Apakah Engkau masih disitu? Aku tahu Engkau melihatku. Apa yang aku rasakan. Aku sakit. Aku lelah. Mengapa sebelum aku dilahirkan oleh Ibu, aku menyanggupi untuk melihat dunia ini? Karena aku berkata kepada-Mu, aku pasti bisa, aku akan menjadi seorang perempuan yang hebat. Dan Engkau mempercayaiku.

Dan Dia-lah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya, yaitu hujan, hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Maka, Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.
Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh sebur dengan seizing Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran Kami bagi orang-orang yang bersyukur.

Terimakasih. Engkau telah menurunkan hujan untuk menemaniku malam ini. Air mataku jatuh ke tanah bersamanya. Berkawan dengan air lainnya diatas aspal hitam. Mencari kawan lainnya untuk menuju muara. 

Yogyakarta, bersama air hujan aku menangis untukmu...

6 comments:

  1. jangan dibanting ya mbul :(

    ReplyDelete
  2. Enggak Monn....
    Meongnya tambah gemuk d sini...
    mau nyaingin bagong kt dia...
    (^_^)

    ReplyDelete
  3. baguslah...
    nanti kita kawinkan ^^

    ReplyDelete
  4. \(^_^)/
    .....horeeee.....
    ...setuju...setuju...

    ReplyDelete
  5. Sakit, sendu, dan semua rindu yang harus layu...
    Hanya ada untuk satu pintu di situ...
    Tawa, ceria dan bahagia....
    Yang aku tahu, akan selalu ada di sana....

    Monn...
    (^_^)

    ReplyDelete