Menurut saya, ketika tiba saatnya seorang perempuan memutuskan untuk
menikah, maka dia telah berikrar dengan suara lantang,
Dengan ini, saya menyatakan dengan
penuh keikhlasan dan sukacita, sepenuh hati saya, segenap jiwa saya, sayalah
ratu sehari, babu seumur hidup.
Tulisan
ini bukan untuk merendahkan perempuan. Saya kan juga perempuan :)
Jadi begini.
Sejauh yang saya tahu, syarat menjadi babu itu cekatan, lincah, gesit, rajin
dan dituntut untuk mampu menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Ada babu yang tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya lalu meminta tolong dibantu
majikan? Mungkin ada. Dan kalau dapat babu yang model seperti ini, biasanya si
majikan jadi rajin update status :D
Sore
hari, saya sering mengajak Ibrahim untuk kerumah nenek buyutnya. Ibrahim
menghabiskan makan sorenya, nenek buyut menikmati angin sore, saya menyuapi
Ibrahim, mengomel sesekali, mendengarkan cerita nenek buyut yang terkadang sudah diceritakan
kemarin sore atau kemarinnya lagi, dan mengamati lingkungan sekitar tempat tinggal beliau.
Banyak perempuan yang masih usia sekolah dan kuliah, perempuan muda
yang baru beberapa bulan menjadi ibu, perempuan yang sudah bertahun-tahun
menjadi ibu, dan perempuan usia senja yang suka mengulang-ulang cerita [ kalau
yang ini nenek buyutnya Ibrahim :D ]. Dan yang terpenting, tulisan ini bukan untuk membuka aib siapapun.
***
Perempuan muda, rajin bersolek, tangan kanannya menggenggam smartphone, tangan kirinya
memegang cermin, sesekali membetulkan jilbabnya yang melorot, cekikikan dengan
kawannya yang senang mengibaskan rambut tipis dan lurus hasil ke salon tadi
pagi. Yang ini malah tangan kanan kiri memegang telepon genggam keluaran
terbaru.
Mulailah
saya menyelidik. Nenek buyut level gaulnya masih cukup lumayanlah, kalau
ditanya ini itu lumayan luas pengetahuannya.
Anak siapa Nek? Anaknya situ, rumah depan.Masih sekolah? Uwis kuliah itu. Kuliah dimana? Itu loh di…
Anak siapa Nek? Anaknya situ, rumah depan.Masih sekolah? Uwis kuliah itu. Kuliah dimana? Itu loh di…
Kuliahnya
di perguruan tinggi swasta, tidak perlu saya sebutkan dimana, yang jelas bukan
almamater saya. Tadinya saya kira sudah bekerja.
Uang
untuk bersolek dapat dari siapa? Uang untuk memberi makan smartphone macam itu
dari siapa? Uang untuk membeli bensin naik motor keliling kampung pamer gigi
dapat dari siapa? Bapak sama Ibu bukan? Atau pacar? Kan pacarnya masih sekolah
juga? Kan
si mas pacar minta ke Bapak Ibunya. Kan
si mas pacar tidak boleh pacaran sama orangtuanya? Kan
bisa bohong. Ya
sudah, siap-siap saja besok dibohongi setiap hari kalau sudah jadi istrinya.
***
Yang
ini lain lagi ceritanya.
Loh mbak, kok sudah diberi makan? Iya, nangis terus Yun. Lapar. Kan tidak boleh Mbak. Itu kan baru dimulai nanti kalau sudah umur 6 bulan. Itu makan apa? Bubur instant Yun. [menyebutkan brand lalu bilang kalau harganya paling mahal]
Loh mbak, kok sudah diberi makan? Iya, nangis terus Yun. Lapar. Kan tidak boleh Mbak. Itu kan baru dimulai nanti kalau sudah umur 6 bulan. Itu makan apa? Bubur instant Yun. [menyebutkan brand lalu bilang kalau harganya paling mahal]
Kepala
saya tiba-tiba terasa sakit sekali.
Beliau
adalah lulusan sekolah keperawatan. Pernah bekerja di sebuah rumah sakit
swasta. Dan bayi itu, adalah anaknya yang ketiga. Itu yang membuat kepala saya
sakit.
***
Sepasang
muda-mudi melintas dihalaman rumah nenek buyut. Tanpa saya minta, Nenek
membacakan data hasil penyelidikan yang dia miliki.
Itu anaknya sebelah. Istrinya hamil muda.
Bocah jaman sekarang, tidak punya pekerjaan saja berani melamar anak orang
[sebentar,ini nenek sedang mengomentari si lelakinya, kita lanjutkan ya :D].
Kan jadi kasian ibunya. Seharusnya kan anak laki itu bisa bantu keluarganya.
Mana bapaknya sudah mati [nenek sering lalai memakai kosakata yang tepat,
harusnya kan meninggal ya]. Kemarin istrinya bilang ingin kerja dipabrik beha. Lha wong lagi hamil kok mau cari kerja. Apa ya gelem pabriknya. Bla bla bla…
Saya
akui, saya dulu pernah khilaf, lalai. Saya dulu juga melakukan pacaran. Semoga
Tuhan mengampuni saya, sungguh. Meskipun saya salah, tetapi saya pacaran ketika
saya mampu menghidupi diri saya sendiri, ketika saya sudah bekerja. Ketika
masih sekolah, masih harus menyelesaikan kuliah, saya hanya berusaha bagaimana
agar nilai saya baik, studi saya lekas selesai dan bekerja. Ini bukan
pembenaran dari saya. Saya tetaplah melakukan kesalahan, telah dicatat oleh
malaikat dan harus mempertanggungjawabkan semuanya di akhir nanti.
***
Menjadi
manusia itu adalah sebuah anugrah. Menjalani kehidupan didunia ini adalah
sebuah kesempatan. Mencari ilmu sebanyak-banyaknya itu adalah sebuah keharusan.
Perempuan,
menjadi babu seumur hidup itu adalah sebuah kebanggaan. Bukan menjadi babu yang
sempurna, tetapi menjadi babu nomer satu sedunia. Jadi tidaklah penting
perempuan yang unyu-unyu, yang sok imut, yang manja, yang punya pacar sejak
sekolah dasar, dan malas.
Dan
lelaki, menjadi pribadi yang cerdas dan memiliki prinsip itu adalah mutlak.
Bukan lelaki yang menjaga mulutnya saja tidak mampu, sibuk menggombali anak
gadis orang. Menghidupi diri sendiri saja tidak kuasa, sibuk membacakan sajak
cinta untuk anak tetangga.
Saya Yuna.
Saya seorang babu.
No comments:
Post a Comment