Assalamualaikum,
Sudah lama saya tidak menulis disini. Dan mungkin tulisan ini lebih tepat
diberi judul a worry motherhood, bukan a happy motherhood. Tulisan ini saya
dedikasikan untuk teman-teman yang memiliki bayi laki-laki atau yang akan
memiliki bayi laki-laki. Bismillahirrahmanirrahim...
Saya
melahirkan baby Ibrahim lima bulan yang lalu di sebuah rumah sakit Islam
swasta. Dan kekecewaan saya sudah dimulai sejak proses persalinan selesai. Selesai
baby Ibrahim dibersihkan, perawat tidak segera memberikan baby Ibrahim kepada
saya untuk menyusu langsung pada ibunya, itu yang pertama. Kedua, untuk dapat
satu ruangan dengan anak saya, saya harus menandatangani sebuah surat
perjanjian, yang berisi tentang segala resiko yang harus saya tanggung sendiri.
Ketiga, untuk dapat satu ruangan dengan anak saya, hanya tersedia kamar dengan
kondisi yang pas-pasan. Keempat, mereka memiliki koleksi susu formula yang
beraneka macam seperti di supermarket. Menurut saya itu agak berlebihan.
Bukankah bayi yang baru lahir dapat bertahan selama tiga hari tanpa diberikan
ASI karena masih terdapat cadangan makanan? Pihak rumah sakit pun tidak
memberitahukan hal ini. Akibatnya, ibu-ibu yang beberapa jam setelah melahirkan
ASInya belum keluar dan tidak tahu bahwa bayi mereka mampu bertahan hingga tiga
hari, menjadi galau segalaunya. Susu formula tiba-tiba menjadi malaikat
bersayap :D
Akhirnya,
saya mengurungkan niat untuk bisa satu ruangan dengan Ibrahim. Setiap tiga jam
sekali, sesuai dengan jam laktasi yang ditentukan oleh rumah sakit, dari lantai
dua saya menuju lantai dasar. Suami membantu saya duduk di kursi roda dan
menuju lantai dasar. Perihnya bukan main untuk duduk seperti itu. Berjalan pun
sama rasanya. Kabar baiknya, hanya tiga malam saya berada di rumah sakit itu.
Ibarat
sinetron, kekecewaan saya ternyata berlanjut ke episode berikutnya. Sepuluh
hari setelah melahirkan, saya dijadwalkan untuk bertemu dengan dokter spesialis
anak di rumah sakit itu. Ibrahim ditimbang (tanpa dilucuti pakaiannya) dan
diperiksa ala kadarnya. Dan ketika Ibrahim berumur satu bulan, saya kembali
membawanya untuk imunisasi, pun masih sama, hanya diperiksa ala kadarnya.
Saya
mengungkapkan rasa kecewa pada Bu Jenderal, ibu saya. Sebenarnya dari awal
beliau sudah memberi saran untuk ke dokter spesialis anak yang lain, dokter
Sunartini Iman. Seorang dokter anak yang sudah bergelar Profesor dan kabarnya
galak luar biasa. Saya dan adik saya, dari bayi dengan dokter Sunartini. Mungkin
karena sama-sama galak, Bu Jendral betah-betah saja dengan beliau :D Karena
hanya Bu Jenderal yang bisa bertahan dengan beliau, sementara itu bulik atau
budhe keluarga kami banyak yang tumbang di tengah jalan :D Seorang ibu yang
membawa bayinya kesana, bukan hanya bayinya yang diperiksa, tetapi juga ibunya.
Sampai diminta untuk membuka baju dan diperiksa apakah payudaranya memiliki ASI
yang berkualitas.
Saya
bukannya takut dengan beliau :D Tetapi karena prakteknya dibuka malam hari dan
bisa sampai larut malam karena antrian yang sangat panjang, saya mundur teratur
saja. Mencari dokter yang praktek pagi atau siang hari. Pilihan saya jatuh pada
dokter Elisa yang lokasi prakteknya juga di kawasan Kotagede. Beliau adalah
dokter spesialis anak di RS Sardjito (by call) dan RS JIH.
Baby
Ibrahim tepat berumur dua bulan. Dokter Elisa melucuti pakaian Ibrahim.
Telanjang bulat lalu ditimbang. Setelah itu, masih dalam keadaan telanjang,
dokter Elisa mulai memeriksa mata, hidung, mulut. Lalu dengan sebuah alat
memeriksa telinga bagian dalam. Mengukur lingkar kepala. Dilanjutkan dengan
perut, alat kelamin, punggung dan anus. Sembari meluncur beberapa pertanyaan
untuk si Ibu.
Nah,
dari hasil pemeriksaan beliau lah saya tahu bahwa kantong dibawa penis Ibrahim
itu terlalu banyak cairannya. Sampai Ibrahim berumur empat bulan, belum ada
perkembangan. Kondisi kantong yang cairannya terlalu banyak, akan mempengaruhi
tingkat kesuburannya kelak karena testis tidak dapat turun dengan maksimal.
Penanganan masalah seperti ini, dapat dilakukan pada usia 6-12bulan. Apabila dilakukan
setelah itu, hasilnya tidak dapat maksimal. Saya bersyukur sekali dipertemukan
dengan dokter cantik ini. Entah apa jadinya apabila saya masih bertahan dengan
dokter di rumah sakit sebelumnya :( Untuk itu, pastikan dokter si kecil adalah "si teliti". Apalagi jika kita bukan orang yang memiliki latar belakang dunia kesehatan. Karena pada awalnya pun, saya merasa semua baik-baik saja.
Dan
kemarin, ketika saya membawa Ibrahim untuk vaksin pneumokokus kali kedua,
menurut dokter Elisa, cairannya sudah agak berkurang. Testis sudah terlihat
meskipun posisinya masih agak diatas, belum turun secara maksimal. Saya dirujuk
ke dokter spesialis bedah anak untuk konsultasi lebih lanjut.
Lega.
Meskipun belum sepenuhnya :) Saya melalui bulan-bulan kemarin dengan tidak
mudah. Berurai air mata saat bercerita pada suami. Membayangkan nantinya seperti apa rasanya tidak siap. Apalagi dengan kondisi yang
berjauhan seperti ini. Untuk menulis berbagi cerita seperti ini pun rasanya
belum sanggup. Saya berusaha untuk tetap fokus. Saya harus membagi tulisan ini.
Semoga
tulisan saya ini bermanfaat. Usaha manusia tidak ada batasnya. Menemui dokter
spesialis anak itu penting, SANGAT
PENTING. Dan memilih dokter spesialis anak yang BERKUALITAS itu LEBIH
PENTING.
Sekian
:) Sudah pukul dua dini hari, Ibrahim juga sudah bangun :)
Sampai
jumpa lagi. Mohon doanya :)
sabar ya yuna...pasti kuat....peluk cium tuk baim..
ReplyDeleteterimakasih teh...
ReplyDelete