Profile

My photo
.:muslim.love Allah.love Muhammad saw.love Ibrahim as.indonesian.29 years old.a wife.a mom.love travelling and drawing.wear hijab since 2003:.

Labels

5.12.12

most beautiful gift - 7

Selasa, 4 Desember 2012
Pukul 23.23 wib
Ibrahimku sedang tertidur pulas. Mataku belum dapat terpejam. Lebih baik aku menulis.

Sabtu, 10 November 2012
Pukul 01.00 wib
Aku merasakan kontraksi untuk pertama kalinya. Perut terasa kencang, terjadi hanya dalam hitungan detik, lalu menghilang. Satu jam kemudian, aku kembali merasakannya. Dan terulang lagi pada pukul tiga dini hari.

Tepat ketika adzan subuh berkumandang, keluar cairan seperti lendir yang bercampur darah. Tidak boleh panik, kataku dalam hati. Sudah dekat waktunya, semua akan baik-baik saja.

Kontraksi semakin sering kurasakan. Mulai dari tiga puluh menit sekali, lima belas menit sekali, hingga sepuluh menit sekali. Aku tidak dapat berbohong, bahwa aku mulai khawatir. Belum lagi pilihan rumah sakit tempat bersalin belum aku pastikan. Ibu Jendral nampaknya juga mulai ikut khawatir.

“Ibu telpon Mbak Indah ya, biar kesini. Biar dilihat pembukaan berapa.” Mbak Indah itu anak Budhe yang berprofesi sebagai Bidan.
“Terserah Ibu.”
Tidak lama, Mbak Indah datang.
“Bagaimana Mbak rasanya?”
“Kontraksinya sudah sering Nok.”
“Banyak dipakai jalan-jalan sama tidur miring ke kiri Mbak. Tapi perkiraanku itu masih lama. Soalnya kan anak pertama Mbak.”
Dan akhirnyaaaaa…kami berdua malah asyik ngobrol. Aku lupa akan si kontraksi dan Mbak Indah pun juga tidak jadi melihat aku sudah pembukaan berapa :D

Lepas adzan Maghrib, rasa sakit sudah tidak tertahankan. Pak Jendral yang terlihat paling heboh. Malah seperti istrinya saja yang mau melahirkan :D Sementara kami dalam perjalanan ke rumah sakit (Aku putuskan memilih rumah sakit yang sama sekali tidak memiliki rekam medis kehamilanku, rumah sakit yang bukan dirujuk oleh dr.Anisah ), Hubby juga sedang dalam perjalanan menuju Yogyakarta dengan kereta api. Kereta api yang dia tumpangi adalah kereta dengan tujuan akhir Solo, karena tadinya Hubby dengan beberapa rekan kerjanya akan menghadiri pernikahan seorang teman di daerah Boyolali esok hari :D

Pukul 19.00 wib
Ruang Instalasi Gawat Darurat.
“Mbak belum pernah sama sekali periksa disini?” tanya seorang Bidan padaku.
“Belum.”
“Posisi bayi terakhir bagaimana?”
“Sudah siap lahir. Posisi normal.”
“Posisi plasenta tidak menghalangi jalan lahir?”
“Insya Allah tidak. Semua normal.”
“Baik. Saya lihat pembukaannya dulu ya…”
……
………
Pembukaan 1.

Pukul 23.00 wib
Kamar Muzdalifah No.11
Aku mulai merasakan sakitnya kontraksi. Bu Jendral tidak berhenti menuntunku berdzikir dan mengelus punggungku yang terasa panas.
……
………
Pembukaan 2.

Minggu, 11 November 2012
Pukul 03.00 wib
Pembukaan 4.
Rasa sakit semakin bertambah. Aku dibawa menuju ruang bersalin. Hanya ada Bu Jendral dan tirai berwarna hijau tua disekelilingku. Ah…kenapa harus hijau tua warnanya. Kenapa tidak merah muda yang ceria atau biru langit yang damai. Masih sempat mengomentari warna tirai ruang bersalin :D

Entah pukul berapa Hubby datang menggantikan Bu Jendral. Mungkin sekitar pukul tujuh. Ah…tampannya suamiku, batinku. Mengenakan kemeja lengan panjang (aku yang memilih kemeja itu dulu :p ) dan celana jeans. Tetapiiiii…mau setampan apapun suamiku, kontraksinya tetap sakiiiitttttt.

Pukul 10.00 wib
……
………
Pembukaan 8.
Berdasarkan perintah dr.Addin via telepon kepada bidan, aku harus dipacu dengan infus. Yang dipasang pertama adalah infus biasa, tanpa obat pacu didalamnya. Infus yang kedua, infus dengan obat pacu didalamnya. Konon, katanya, pacuan dengan menggunakan infus, sakitnya luar biasa. Dan itu betul. Janin seperti meronta ingin keluar tetapi aku tidak diperbolehkan untuk mengejan karena pembukaan belum sempurna. Kalau sampai aku mengejan, akan menyebabkan jalan lahir bengkak dan itu berbahaya untuk bayiku. Hubby terus mengingatkanku agar tidak mengejan. Aku hanya diperbolehkan mengambil nafas panjang melalui hidung dan mengeluarkannya lewat mulut. Sederhana bukan? Tetapi tidak sesederhana itu, karena infus berisi obat pacu mampu mengacaukan konsentrasiku.

Pukul 11.00 wib
“Masih bertahan di pembukaan delapan Dok.”
Aku berusaha menyimak pembicaraan bidan via telepon dengan dr.Addin.
“Ketuban juga belum pecah.”
“Begitu ya Dok?”
“Baik Dok. Jadi kita tunggu, kalau tidak ada perkembangan, jam dua kita lakukan cesar ya Dok?”
“Baik Dok.”

Mendengar kata cesar, aku semakin kacau. Bukankah wajar jika prosesnya lama, ini anak pertamaku. Tapi mungkin memang terlalu lama. Hampir 36 jam. Hubby merasakan apa yang aku rasakan.
“Jangan terlalu dipikirkan Dek. Kamu pasti bisa melahirkan normal. Dan kalaupun harus cesar, tidak apa-apa. Yang penting semuanya selamat.”
Aku hanya menggeleng dan berusaha sekuat mungkin menahan air mataku. Aku ingin melahirkan normal. Normal.

Pukul 11.30 wib
“Mbak sudah ingin mengejan?”
“Sudah.”
“Dokter Addin saat ini sedang melakukan operasi cesar. Mbak bersedia dibantu oleh bidan saja?”
“Tidak apa-apa.” Memangnya aku punya pilihan lain, batinku.

Ketubanku belum pecah. Tetapi sudah ingin mengejan. Bidan merobek kantong ketubanku dan mulai memberikan perintah untuk mengejan ketika kontraksi datang. Aku yang belum paham betul bagaimana cara mengejan, melakukan kesalahan ketika kontraksi pertama setelah ketuban pecah. Seharusnya mengambil nafas sebanyak mungkin (nafas perut) dan membuangnya dengan mengejan. Aku justru mengambil nafas dan kemudian membuangnya lewat mulut, seperti orang senam. Bodoh :D

Kemudian aku mulai mengejan yang seharusnya. Bidan-bidan muda dan Hubby terasa seperti pemandu sorak.
“Ayo-ayo…rambutnya sudah terlihaaaaaat.”
“Ambil nafas yang banyaaaaakkkk….”
“Mengejannya pas di titik ini, jangan di titik yang laiiiinnnn…”
“Lebih banyak lagi mengejannya. Jangan hanya tiga kaliiiii……”
“Ayo teruuuusss……iya-iya pintar…pintaaarrrrr…”

Jujur saja, terasa menyebalkan sebenarnya. Mereka-mereka ini belum pernah merasakan melahirkan sama sekali (apalagi Hubby), tetapi pandai memberikan perintah. Menyebalkaaannn… !!!

Pukul 12.00 wib
“Mbaaaaakkkkk……laki-lakiiiiiiiiiii…”

Nah kan, heboh lagi. Tadi sebelum melahirkan memang sempat ditanya hasil USG. Aku bilang perempuan. Dan sekarang bidan-bidan itu heboh melihat anakku ternyata laki-laki.

“Laki-laki Dek. Ternyata pendulumnya yang betul” kata Hubby.


No comments:

Post a Comment