Profile

My photo
.:muslim.love Allah.love Muhammad saw.love Ibrahim as.indonesian.29 years old.a wife.a mom.love travelling and drawing.wear hijab since 2003:.

Labels

9.11.10

kami dan daun berpucuk kelabu

Sore itu langit gelap…

Seperti kemarin, aku melangkahkan kaki menuju masjid. Debu-debu berwarna kelabu masih nampak bercumbu dengan dedaunan. Sebentar lagi mereka akan berpisah. Hujan akan segera turun. Jika nanti Merapi masih erupsi, abu vulkanik kelabu itu akan bertemu kembali dengan dedaunan, dinding dan pagar tembok.

Masjid sepi. Tidak berkawan dengan siapapun. Ruangan sengaja aku biarkan tanpa cahaya lampu. Biarlah lampu itu tidur nyenyak. Aku tidak akan mengganggunya. 

Di sujudku yang kedua, hujan turun cukup deras. Bukankah Malaikat turun bersama derasnya air hujan dari langit? Berdoalah, insya allah, Malaikat dengan sepasang sayap kokoh akan membawa rangkaian doa itu ke langit yang menyampaikannya kepada Tuhan semesta alam.

Hujan menahanku untuk tetap ada di dalam masjid. Aku duduk di dekat pintu. Persis seperti Bapak bisu. Dimana Bapak simpan payung biru itu? Kita bertemu seminggu yang lalu di masjid ini seusai shalat Jumat. 

Baba…ba… Begitu Bapak memanggilku. Hanya itu, karena aku segera beranjak pergi meninggalkanmu.

Bapak dimana?

Aku ingin bercerita.

Aku ingin bertanya.

Bagaimana daun-daun hijau itu bisa menerima debu kelabu singgah di pucuk daunnya?

Bagaimana cara Bapak meminta krek penyangga agar tetap setia?

Bagaimana masjid ini menerima Ibu gila yang rajin sujud bertemu dengan Tuhannya di tempat ini?

Bapak, katakan kepada anakmu ini…

Cara menerima keadaan.

Cara menerima perbedaan.

Cara untuk ikhlas.

Seorang Katolik pernah berkata kepadaku. Ingin menjadi seperti tanah. Menerima air yang jatuh dari langit. Menyimpannya. Hingga kemudian ikhlas memberi untuk kebaikan semesta alam. Tadi dalam doa, aku mengadu. Aku terbiasa dengan perbedaan. Dan tidak pernah menyalahkan perbedaan. Aku belajar dari Bapak. Bapak “berbeda” dengan kami. Tetapi, bukankah Bapak selalu belajar untuk menerimanya? 

Aku juga sedang belajar. Belajar menerima bahwa tidak semua orang bisa menerima perbedaan. Dan salah satunya adalah jilbab yang aku kenakan sampai dengan saat ini. Karena aku percaya Dia ada. Bukan untuk menunjukkan bahwa aku berbeda denganmu.

Menurut Immanuel Kant, kebenaran adanya Tuhan adalah kebenaran postulat. Yaitu kebenaran tertinggi dalam tingkatan kebenaran. Kebenaran yang tidak terbantahkan. Kebenaran yang berada diluar jangkauan indera, akal dan ilmu pengetahuan. Itulah yang disebut postulat, yaitu dalil teoretis yang berada diluar jangkauan teoretis.

Seeing Islam as Other Saw It. Sebuah buku yang menjelaskan mengenai pandangan orang-orang non muslim terhadap Islam awal. Ditulis bukan oleh orang Islam. Menjelaskan pandangan bangsa-bangsa yang ditaklukkan oleh Islam. Ada yang suka, ada yang tidak suka. Ada yang memusuhi, ada yang biasa-biasa saja. Dalam buku ini salah satu suara yang paling memusuhi bangsa Arab pembawa Islam adalah suara Sorphorius, seorang Patriark Yerusalem yang memiliki trauma menyakitkan akan invasi Persia jauh sebelum Islam datang. Invasi Persia itu ia gambarkan sangat kejam, merusak perkotaan dan pedesaan yang diberkati Tuhan dengan belati yang membunuh. Orang-orang Persia datang merusak Yerussalem dengan kemarahan menakutkan yang telah dimunculkan setan.

Sorphorius berpandangan datangnya penguasa Arab akan sama dengan invasi Persia. Tanpa menyoroti datangnya Arab dengan agama baru, Islam.

Surat-surat Sorphorius akan kebenciannya ditulis dalam bahasa Yunani  dan terus dibaca orang berabad-abad setelah kematiannya. 

Namun, sejarah membuktikan ketidakbenaran pandangan Sorphorius. Saat Islam membuka Yerussalem, kedamaianlah yang dirasakan penduduk Yerussalem. Umar bin Khattab datang dengan penuh cinta dan hormat kepada para pendeta di sana. Tidak ada gereja yang dirusak. Tidak ada desa dan kota yang dinistakan. Tidak ada perusakan Yerussalem dengan kemarahan menakutkan yang telah dimunculkan setan. Tidak ada pembantaian seperti yang dikhawatirkan Sorphorius. 

Beberapa penganut Kristen saat itu sampai beranggapan bahwa datangnya bangsa Arab adalah tanda-tanda akan datangnya hari Kiamat. Bahkan ada yang berpendapat, kedatangan mereka sebagai instrument Tuhan untuk menghukum penganut Kristen karena kemerosotan moral.

Ternyata, dalam catatan sejarah, tidak sedikit penganut Kristen kuno yang berpandangan baik akan kedatangan bangsa Arab yang membawa Islam saat itu. Mar Gabriel, seorang kepala biara di Qartmin, yang diakui sebagai orang suci oleh Ortodoks Syiria menganggap datangnya Islam sebagai rahmat, bukan bencana. Mar Gabriel yang meninggal tahun 667 Masehi lebih menyukai kedatangan bangsa Arab daripada penindasan rezim Byzantium.

Dalam tulisan berbahasa Koptik, Patriark Benyamin dari Alexandria, yang hidup pada masa masuknya Islam ke Mesir, kedatangan orang Arab yang dipimpin sahabat Nabi Muhammad Saw. yaitu Amru bin Ash sebagai “dini hari yang baru bagi kepahlawanannya” dan “dini hari baru bagi kemerdekaan bangsanya”. Amru bin Ash sebagai pahlawan yang memerdekakan Mesir dari penindasan penguasa Cyrus, gubernur kepercayaan Kaisar Byzantium yang kejam.

Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Al Baqarah: 256

Tidak ada yang memaksa ibu gila selalu bersujud kepada-Nya.

Tidak ada yang memaksa bapak bisu melangkah bersama krek penyangga menuju Rumah-Nya.

Tidak ada yang memaksa aku memakai hijab.

Itu semua kami lakukan karena kami percaya Dia ada.

Belajarlah menerima kami.

Yogyakarta,      
Bersama pucuk daun kelabu di bulan November 2010…

No comments:

Post a Comment