Profile

My photo
.:muslim.love Allah.love Muhammad saw.love Ibrahim as.indonesian.29 years old.a wife.a mom.love travelling and drawing.wear hijab since 2003:.

Labels

5.1.12

lukisan kabut


Sayup-sayup adzan Subuh terdengar. Udara yang teramat dingin membuat tulang – tulangku terasa kaku. Tangan kananku meraih telepon genggam.
04:22am.
Ditempat ini, dengan udara sedingin ini, mengambil air wudhu untuk menegakkan shalat Subuh bukan perkara mudah. Kran air di penginapan ada dua pilihan. Yang diberi simbol merah adalah air panas, dan yang diberi simbol biru adalah air dingin. Sebetulnya yang diberi simbol biru itu adalah air yang teramat sangat dingin.
Bismillah… With the name Allah…
Memilih kota yang berada di lereng gunung sebagai tempat untuk acara kantor pada musim hujan adalah sebuah pilihan yang hebat luar biasa. Tidak mengapa, hitung – hitung belajar terbiasa dengan dingin. Siapa tahu suatu saat nanti aku ke Moskow.
Tanganku meraih shawl abu tua. Kulilitkan di kepala dan leher. Aku mulai merasakan sedikit hangat. Kubuka pintu kamar perlahan agar tidak menimbulkan suara. Teman – teman kamarku masih tertidur pulas. Berpelukan mesra dengan selimut tebal milik penginapan. Selimut yang menurutku memiliki aroma yang tidak terlalu bersahabat.
Aku duduk di depan kamar. Memeluk gulungan mukena. Berusaha menghangatkan tubuh.
04:42am.
04:51am.
Kenapa tidak ada satu orangpun yang keluar kamar? Masjid letaknya cukup jauh. Memang ada rumah disepanjang jalan. Tetapi sebagian besar kosong. Gelap. Hanya warna hitam yang aku temukan dibalik jendela rumah – rumah itu. Hal itu membuat pikiranku menjadi sangat sibuk menggambar sosok – sosok yang sesuai untuk media berwarna hitam. 
04:59am.
Cukup. Aku pergi sekarang.
Berusaha untuk tidak melihat kanan kiri. Aku menyibukkan diri untuk melihat ke bawah saja. Peduli dengan Tuhan yang ada diatas sana. Tidak peduli dengan apa yang ada dibelakang, sebelah kanan, dan samping kiri.
Hutan pohon cemara di ujung jalan masih berselimut kabut tebal. Gulungan asap berwarna putih sesekali melintas didepan mataku. Lampu – lampu masjid sudah dimatikan. Aku masuk dan menyalakan lampu di barisan belakang. Sedikit cahaya sudah cukup untukku.
Allahu akbar… Allah Maha Besar…
Pemilik seluruh semesta. Pemilik tubuh ini. Pemilik hati yang sedang resah ini. Pemilik pikiran yang sedang tidak tenang ini.  Berikan setitik embun-Mu, untuk menyejukkan hati hamba. Bawa pergi kabut-Mu, agar jernih pikiran hamba.
Aku menyandarkan tubuhku. Mengeluarkan lembaran kertas yang sudah agak lusuh. Aku menekuri tulisan di atas kertas itu. Karena kurang hati-hati, ada beberapa tulisan yang tintanya berpendar karena tetesan air wudhu tadi. Tapi masih dapat terbaca. Rangkaian tulisan Thomas Aquino Prapancha Hary. Dia menjadi narasumber diskusi kami beberapa hari ini.
Tentang “Menemukan Makna Hidup”.
Tujuan hidup akan mengantar pada kehidupan bermakna. Mencari tujuan hidup berhubungan dengan menemukan segala yang sangat kita pedulikan. Tanpa paksaan, tanpa keharusan, tanpa pengorbanan kita menjalankan kepedulian dengan tulus, sukarela dan suka cita.
Tanpa paksaan. Syahdani tidak pernah memaksaku untuk dapat selalu ada didekatnya.
Tanpa keharusan. Berulang kali dia bilang aku tidak harus ke Jakarta.
Tanpa pengorbanan. Tidak perlu melepaskan pekerjaanku sekarang.
Semua itu dia lakukan karena peduli kepadaku. Sama halnya ketika cinta manusia yang lain datang kepadaku. Semua itu tanpa paksaan, tanpa keharusan dan tanpa pengorbanan. Semua itu karena dia, dia dan mereka peduli kepadaku.
Pipiku terasa hangat…
Terpaksa. Memaksa diriku agar berhenti. Cukup dengan satu alasan, tidak perlu yang lainnya.
Harus. “Sesungguhnya semua jenis manusia dalam kerugian yang nyata” sehingga aku harus bekerja secara nyata menghasilkan perubahan masyarakat kearah yang lebih baik dan lebih mulia.
Berkorban. Sepertinya tidak perlu ada yang dikorbankan. Karena sebenarnya, aku tidak memiliki apapun.
Bunda Teresa: I am nothing, I have nothing, I can do nothing. Kalau kita tidak kosong, maka tidak akan diisi. Tuhan memanggil bukan untuk sukses, melainkan untuk setia.
Tadi, aku juga mendengar Thomas Aquino Prapancha Hary menyebut kata “Istiqomah” beberapa kali. Istiqomah berarti konsisten, akar katanya adalah “Qoma” yang berarti berdiri tegak.
Aku berdiri perlahan. Memandang kaligrafi yang menggantung di dinding masjid. Ada Allah. Semua akan baik-baik saja. Aku hanya perlu bermimpi.
Bermimpilah. Maka Tuhan akan memeluk mimpi itu. Andrea hirata.
Bermimpi kembali bekerja, karena sebenarnya, aku tidak bekerja selama lebih kurang tiga ratus tujuh puluh hari, tepat hari ini. Tuhan, Engkau mendengar mimpiku? Peluklah mimpiku.
Langit diluar mulai terang. Aku bangkit dan melangkah keluar. Memandang kabut putih yang berarak naik perlahan dan mengukir langit. Meninggalkan sebuah pesan…
Masya Allah… Innalillah… Astagfirullah… dan La khaula…
Masya Allah… bahwa semua terjadi karena kehendak Allah.Innalillah… Allah berhak berbuat apa saja kepadaku, karena aku adalah milik Allah.Astagfirullah… atas datangnya ujian dari Allah.La khaula… dibalik ujian dari Allah, pasti ada kebaikan.
Subuh hari di Tawangmangu... Aku rindu pada-Mu

No comments:

Post a Comment