01.22 wib
Belum saatnya bangun.
01.37 wib
Baru lima belas menit yang lalu aku terbangun.
01.56 wib
Baiklah, aku bangun. Bismilahirrahmanirrahim…
Pagi ini aku harus menempuh perjalanan ke luar kota lagi. Mengikuti rapat yang diadakan oleh kantor. Rapat pertanggungjawaban atas proyek yang kami kerjakan selama semester dua ini. Bahan untuk presentasi belum aku kerjakan sama sekali. Bukan mengabaikan, tetapi mengerjakan laporan seperti ini membutuhkan waktu yang tepat, maksudnya “tenang”.
Tenang diluar sana. Karena didalam, sedang dalam usaha aku tenangkan. Tidak pernah terbayang olehku, mengalami hal seperti ini lagi.
Ketika usiaku belum genap enam tahun, aku mengikuti Ibu hijrah ke pulau Kalimantan. Saat itu, aku mengenal kata “kehilangan”. Aku kehilangan teman-teman sepermainan. Belum lama tinggal disana, aku dan Ibu kembali ke Yogyakarta. Melanjutkan sisa taman kanak-kanak hingga sekolah dasar.
Memasuki usia dua belas tahun, aku kembali hijrah ke pulau Kalimantan, Kalimantan Selatan. Ketika mendaftar di sekolah baruku, aku bisa membayangkan teman-temanku di Yogyakarta pasti juga sedang melakukan hal yang sama. Bedanya, mereka melakukan bersama-sama, tidak sendirian seperti aku. Ketika dulu masing-masing berebut untuk bercerita sekolah mana yang akan mereka masuki, aku hanya bisa mendengarkan. Mana aku tahu sekolah mana yang akan masuki di tempat yang baru nanti.
Ternyata belum cukup sampai disini. Di awal tahun ketigaku di sekolah menengah umum, sudah diputuskan bahwa aku harus melanjutkan pendidikan di Yogyakarta. Marah dan sedih berbaur menjadi satu. Aku bukan tipe anak manis, tetapi tidak senang membantah. Aku tidak pantas melakukan itu kepada orangtuaku.
02.46 wib
Masih ada beberapa menit lagi untuk bercerita. Tidak semuanya buruk. Pengalaman itu membuatku selalu tertarik dengan tempat-tempat baru. Kedua orangtuaku sepertinya juga paham ketika aku memutuskan untuk bekerja di Aceh beberapa tahun yang lalu. Mereka juga yang mengajariku merantau.
Pernah ketika itu gempa dengan kekuatan yang cukup besar dan durasi yang cukup lama, hampir dua menit, membuat seluruh penduduk kota Meulaboh berhamburan keluar rumah. Mencoba mencari tempat yang aman. Tempat tinggal kami tidak jauh dari pantai, kami masih bisa mendengarkan suara debur ombak. Aku dan teman-teman hanya pasrah saat itu. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Ada mobil. Tetapi tidak akan banyak membantu di jalanan yang macet penuh dengan manusia.
Aku adalah milik Allah. Kalaupun memang harus sekarang aku “pulang”, aku terima. Dan ternyata, saat itu, belum waktunya aku untuk “pulang”.
03.01 wib
Maaf, waktuku habis. Aku harus menyiapkan laporan untuk rapat hari ini.
***
11.23 wib
Ponselku berbunyi pelan.
New message.
Iya, aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan. Aku paham akan hal itu. Memang dunia baru membawa berbagai macam konsekuensi. Entah itu suka, senang, sedih, takut, khawatir, dll. Aku percaya kamu akan bisa melewati masa transisi itu, karena di Jakarta nanti, kamu dekat ur hubby yang setiap saat bisa untuk sandaran. Kamu merasa takut, karena belum kamu jalani, baru hanya ada di sebatas pikiran, dugaan dan angan-angan. Semangat ya…
Takut memang pembunuh yang paling kejam.
No comments:
Post a Comment